Selasa, 10 Januari 2012

Pulau kampai kab langkat sumatera utara





Pulau Kampai yang terletak di Kabupaten Langkat, Sumut diyakini pernah maju dan berkembang pada periode akhir Kerajaan Sriwijaya dalam upaya pengembangan perniagaan antara daerah-daerah di Sumatera. Arkeolog dari Balai Arkeologi Medan (Balar), Ery Soedewo , mengatakan, Pulau Kampai sangat besar kemungkinannya pernah sebagai jalur dan bandar niaga dari abad ke-8 hingga 10 Masehi. “Dugaan itu ditandai oleh posisinya yang berhadapan langsung dengan ‘jalur maritim Sutra’ di Selat Malaka yang diperkuat oleh sebaran artefak yang banyak ditemui dipermukaan,” katanya.
Hingga saat ini juga belum dapat dipastikan apakah di Pulau Kampai terdapat kerajaan secara politik kecuali sebagai bandar ataupun jalur perniagaan. ”Untuk itu potensi penelitian arkeologi ataupun sejarah, sangat penting dilakukan untuk menemukan sejarah yang terpendam di pulau itu,” katanya.
Keberadaan Pulau Kampai sendiri telah dicatat oleh John Anderson dalam misi perjalanannnya ke Pesisir Timur Sumatera Utara tahun 1823 yang merupakan bagian dari penjajakan kemungkinan perniagaan Inggris di daerah itu.
Sumber-sumber lain dari Tiongkok yakni pada era Hsin Tang Shu, Pulau Kampai dikenal dengan Kompe, ketika pengiriman misi Tang pada tahun 662 AD yang disebutkan bahwa sekitar 2.000 pasukan di utus ke Kampai.
Kemudian Chau Ju-kuas (Chu-fan-chi) pada tahun 1225 dengan nama Chien-pi atau Kien-pi. Dari naskah tersebut diketahui bahwa pulau tersebut sangat potensial untuk dilakukan penelitian arkeologi karena banyaknya artefak yang ditemukan di permukaan seperti keramik, manik-manik (beads), gemstones, glass, bricks and stone.
Keramik-keramik yang ditemukan itu hampir semuanya berasal dari Tiongkok dengan karakteristik green glazed Lung Chuan (celadon) yang diimport pada akhir dinasti Sung, Yuan dan awal dinasti Ming.
Berdasarkan catatan-catatan tersebut dapat disimpulkan bahwa Pulau Kampai memiliki peranan penting di masa silam dalam jalur perniagaan di Sumatera Utara dan Aceh. Namun demikian, potensi arkeologi maupun historisnya belum terdata dengan baik.
Peneliti Pusat Studi Ilmu Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan (Unimed), Erond L. Damanik, mengatakan, Pulau Kampai yang terletak di Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat, dapat ditempuh dari Medan sekitar 4 jam perjalanan sampai Pangkalan Susu kemudian dilanjutkan dengan menumpangi kapal tongkang berbobot 10-15 ton dengan lama tempuh sekitar satu jam.
Pulau Kampai berada di sebelah utara Teluk Aru (Aru Bay) yang bersebelahan dengan Pulau Sembilan. Di sebelah utara dan barat pulau Kampai, terdapat sungai Serangjaya yang ditumbuhi oleh hutan Mangrove dan di sebelah tenggara terdapat Sungai Besitang yang terhubung langsung dengan Teluk Aru.
Di sebelah selatan pulau itu, terdapat selat Malaka yang memiliki peran penting dalam sejarah perniagaan di Sumatera.
“Jika merujuk dari tulisan McKinnon, seorang arkeolog berkebangsaan Inggris, nama pulau Kampai atau Kompei kemungkinan besar diambil dari nama tumbuhan dalam bahasa Melayu yakni Kumpai atau rumput kumpai,” katanya.
Pulau Kampai tersebut juga terdapat kompleks makam yang oleh masyarakat setempat disebut dengan “Makam Keramat Panjang”. Di dalam kompleks makam tersebut terdapat dua makam, yang satu berukuran normal (1,5-2 meter) dan satu lagi berukuran antara 6-8 meter.
Kedua makam tersebut dilengkapi dengan batu nisan bercorak Islam yang mirip dengan nisan yang terdapat di Aceh. Diduga, nisan tersebut didatangkan dari Aceh pasca pendudukan Aceh di Pulau Kampai pada awal abad 17.
“Kedua makam tersebut adalah tokoh yang dihormati atau orang yang berpengaruh pada saat itu, sehingga makamnya dibuat berbeda dari biasanya,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar